Langsung ke konten utama

Problematika Puasa Bagi Pekerja Berat

          Bagi pekerja berat seperti pemanen dan kuli panggul, melakukan puasa di bulan Ramadhan merupakan hal yang sulit. Pekerjaan mereka selalu membutuhkan stamina prima. Terlebih, tidak ada satupun pekerjaan lain yang mereka kuasai. Apakah dengan kondisi demikian, mereka boleh tidak menjalankan ibadah puasa Ramadhan?
Jawab :
        Pada dasarnya, puasa Ramadhan merupakan puasa yang diwajibkan oleh syari’at Islam selama satu bulan penuh. Kewajiban ini ditegaskan dalam Al – Qur’an surat Al – Baqoroh ayat : 183,
يَـٰٓأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya :
“Wahai orang–orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa seperti apa yang diwajibkan kepada umat sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. (QS. Al–Baqoroh : 183)
                Dalam prakteknya, puasa memang membutuhkan kesabaran. Karena orang yang berpuasa diharuskan untuk tidak makan, minum,  dan melakukan hal – hal yang dapat membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Karena pada saat itu, manusia sedang menjalankan aktifitas yang tentunya, bila tidak dilandasi dengan iman yang kuat, maka puasa akan berat dilakukan. Beratnya menjalankan ibadah yang dalam bahasa syari’ah lazim disebut ibtila’ (ujian), adalah wujud dari pengabdian seorang hamba pada Penciptanya. Dengan berbagai kesulitan itulah seorang hamba akan lebih dekat di sisi Tuhannya. Bukankah tidak dinamakan ujian, jika tidak sedikitpun mendapat kesulitan? Maka, bukankah logis Tuhan memberikan ajaran-Nya?
                Jika ditelaah lebih lanjut, sebenarnya ibadah puasa yang dilakukan oleh kita di Indonesia lebih ringan daripada negara – negara lain di belahan dunia. Sebab, kita hanya berpuasa selama 13 -14 jam setiap harinya. Sementara itu, di belahan bumi utara yang mengalami musim panas pada bulan Juni – Juli seperti Jerman dan Inggris, puasa dilakukan selama 19 jam setiap harinya. Di Stockholm, Swedia, puasa dilakukan selama 20 jam. Bahkan, bagian utara dari Stockholm, jeda waktu antara Maghrib dan Subuh hanya berkisar 38 menit saja. Di Athena, Yunani, waktu Subuh dimulai pukul 04.07 dan Maghrib pada pukul 20.50. Artinya, warga muslim Yunani melakukan puasa selama 17 jam. Hal ini tentu lebih sulit dibanding dengan warga Indonesia yang hanya berpuasa selama 13 – 14 jam saja. Namun, warga Muslim disana tetap berpuasa dengan melakukan aktivitas sehari – hari mereka. Dalam Al – Qur’an disebutkan,
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا  إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya :
“Alloh tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya. (QS. Al–Baqoroh : 68)
Allah memberitahukan kepada kita bahwa apa yang dibebankan oleh-Nya kepada para makhluk-Nya sudah disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing.
Profesi kuli panggul dan pemanen seperti yang ditanyakan memang berat. Namun bagi mereka tetap wajib melakukan puasa di bulan Ramadhan. Cuma, jika memang mereka benar – benar merasa kesulitan mengerjakan puasa, Islam menawarkan solusi keringanan bagi mereka. Mereka  diperbolehkan membatalkan puasa di tengah hari saat melakukan pekerjaan berat. Kemurahan ini dapat diambil dengan dua ketentuan :
1.       Apa yang dilakukan merupakan pekerjaan yang sangat berat, sehingga puasa akan mengancam kelangsungan fungsi – fungsi anggota badan, atau pekerjaan itu diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya pada hari itu. Artinya, pekerjaan itu tidak bisa ditinggalkan sama sekali.
2.       Pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan diluar waktu puasa (malam hari atau di luar Ramadhan).
Jika memenuhi kriteria di atas, maka seseorang yang berprofesi sebagai pekerja berat seperti pemanen dan kuli panggul boleh berbuka puasa sebagai rukhsoh (keringanan). Dalam Al – Qur’an disebutkan :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya :
“Dan Dia (Alloh) tidak sekali – kali menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan”.      (QS. Al – Hajj :78)
Meskipun rukhshoh ini dipakai, bagi mereka harus niat pada setiap malam bulan Ramadan (tabyitun niyat), walaupun nantinya, puasa yang mereka jalankan akan terputus (batal) di tengah jalan. Selain itu, puasa yang mereka batalkan tersebut juga harus diganti (qodlo) dihari lain ketika mereka tidak bekerja (tidak ada udzur).
Dengan penjelasan ini, dapat ditarik benang merah, bahwa sama sekali tidak diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan dengan alasan apapun. Syariat hanya memberikan kemurahan membatalkan puasa bagi orang yang tidak mampu meneruskan puasanya dengan alasan yang kuat. [bi]
                 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengarang Kitab Dalailul Khairat, Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuly

Latar Belakang dan Nasab Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Sulaiman al-Jazuliy al-Simlaliy al-Syarif al-Hasaniy. Merupakan keturunan Rasulullah ke-24 dari jalur Hasan bin Abi Thalib. Selengkapnya sanad beliau adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakr bin Sulaiman bin Sa'id bin Ya'la bin Yakhluf bin Musa bin 'Ali bin Yusuf bin 'Isa bin Abdullah bin Junduz bin Abdurrahman bin Ahmad bin Hassan bin Ismail bin Jakfar bin Abdillah bin al-Hasan III bin al-Hasan II bin al-Hasan I bin 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Beliau merupakan ulama sunni bermadzhab Maliki, seorang sufi dari thariqh Syadziliyyah. Kakeknya hijrah dari kota Fes ke Jazulah di wilayah Simlalah. Beliau hidup pada abad ke-9 Hijriah. Syaikh Sulaiman lahir di Jazulah, Propinsi Sus Massa Dra sekarang di Maroko, Pantai Barat Afrika. Masa kecilnya diisi dengan belajar ilmu di tanah kelahirannya sendiri. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke kota nenek moyangnya, Fes, yang merupa...

Cara Menghitung Umur Menggunakan Kalender Hijriyyah

Patokan yang digunakan dalam menghitung umur yaitu dengan menggunakan bulan qomariyyah/hijriyyah bukan menggunakan bulan masehi. Jadi untuk mengetahui umur dengan tahun  hijriyyah  kita harus mengetahui tanggal lahirnya dalam kalender  hijriyyah . Contoh, Nafis lahir pada tanggal 28 Ramadhan 1408 H. Berarti ia akan berumur 15 tahun pada tanggal 28 Ramadhan 1423 H. Namun banyak orang tidak mengetahui tanggal lahirnya menurut tahun  hijriyyah  karena dokumen resmi yang biasa digunakan menggunakan kalender masehi. Untuk kasus seperti ini, terdapat dua solusi. Pertama , kita perlu mengetahui selisih antara tahun qomariyyah dengan tahun masehi. Jumlah hari pada tahun qomariyyah yaitu 354 hari.   Sedangkan jumlah hari tahun masehi adalah 365 hari (kecuali pada tahun kabisat, berjumlah 366 hari, dan terjadi empat tahun sekali). Jadi selisih tahun masehi dengan  hijriyyah  11/12 hari per tahun. Maka 15 tahun  hijriyyah  = 15 tahun maseh...

Mengenal Syekh Mas'ud, Kawunganten Cilacap

Lahir Syekh Mas'ud lahir di Kawunganten Cilacap, pada tahun 1926 dari pasangan Muhyidin-Sangadah. Muhyidin adalah pendatang dari Purworejo Jawa Tengah yang menetap di Kawunganten sebagai petani sekaligus sebagai Kiai yang mengajarkan agama Islam. Usia kanak-kanak Syekh Mas’ud hidup bahagia dalam lingkungan keluarga besarnya. Ia menikmati masa kecilnya dengan belajar dan bermain bersama saudara-saudaranya. Dia dan saudara-saudaranya setiap malam habis maghrib belajar agama kepada ayahnya, Muhyidin. Mulai Menuntut Ilmu Pada umur 10 (sepuluh) tahun, Syekh Mas’ud dikirim ayahnya ke Desa Sarwadadi Kawunganten untuk belajar al-Qur’an kepada Kyai Hanafi, kurang lebih selama dua tahun. Kemudian meneruskan belajar ke Mojosari, Kebumen. Syekh Mas’ud tekun mempelajari dan menghafal Kitab Alfiyah Ibn Malik kepada kyai Badrudin selama empat tahun. Setelah dia selesai menghafalkan dan memahami Alfiyah dengan baik. Syekh Mas’ud melanjutkan belajar di Pondok Pesantren Al-Ikhsan Jam...