Latar Belakang dan Nasab
Nama
beliau adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Sulaiman al-Jazuliy al-Simlaliy
al-Syarif al-Hasaniy. Merupakan keturunan Rasulullah ke-24 dari jalur Hasan bin
Abi Thalib. Selengkapnya sanad beliau adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakr bin Sulaiman bin Sa'id bin Ya'la bin
Yakhluf bin Musa bin 'Ali bin Yusuf bin 'Isa bin Abdullah bin Junduz bin
Abdurrahman bin Ahmad bin Hassan bin Ismail bin Jakfar bin Abdillah bin
al-Hasan III bin al-Hasan II bin al-Hasan I bin 'Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu 'anhu.
Beliau merupakan ulama sunni bermadzhab
Maliki, seorang sufi dari thariqh Syadziliyyah. Kakeknya hijrah dari kota Fes
ke Jazulah di wilayah Simlalah. Beliau hidup pada abad ke-9 Hijriah.
Syaikh Sulaiman lahir di Jazulah, Propinsi
Sus Massa Dra sekarang di Maroko, Pantai Barat Afrika. Masa kecilnya diisi
dengan belajar ilmu di tanah kelahirannya sendiri. Kemudian ia melanjutkan
pendidikan ke kota nenek moyangnya, Fes, yang merupakan pusat keilmuan Islam waktu
itu. Ia mempelajari berbagai ilmu mulai dari hadits, fiqh, tafsir, tashawwuf
dan lainnya.
Beliau menyusun kitabnya yang sangat
fenomenal, Dalail al-Khairat, berbekal referensi dari perpustakaan di
Universitas al-Qarawiyyin, universitas tertua di dunia. Di universitas ini
beliau telah terkenal dengan kealimannya dalam berbagai keilmuan Islam.
Inspirasi Wanita Kecil
Kitab
Dalail al-Khairat merupakan kitab yang berisi kumpulan salawat nabi. Sampai
saat ini Dalail al-Khairat dibaca di seluruh Dunia Islam. Salawat kepada
Rasulullah saw merupakan salah satu ibadah yang teramat tinggi pahalanya.
Ada
sebuah riwayat bahwa beliau mengarang kitab ini karena terinspirasi seorang
anak wanita kecil. Suatu ketika ia berjalan-jalan di padang pasir. Ketika waktu
shalat tiba, beliau berusaha mencari sumber air untuk berwudhu dan melepaskan
dahaganya. Setelah beberapa saat menyusuri padang pasir, beliau menemukan
sebuah sumur yang sangat dalam. Sumur itu masih menyimpan air, tapi sayang Imam
al-Jazuliy tak menemukan alat untuk mengambil air dari sumur.
Ketika
beliau tengah kebingungan mencari alat untuk mengambil air, tiba-tiba beliau
melihat seorang anak perempuan kecil menghampiri beliau dari tempat ketinggian.
Anak kecil itu bertanya, “Siapakah anda tuan, mengapa anda berada di tempat
yang sesunyi ini?”
Imam
al-Jazuliy lantas menjelaskan hal ihwal beliau dan kesulitan yang tengah
menimpanya. “Anda adalah seseorang yang terpuji yang terkenal karena keshalehan
Anda!” seru anak kecil itu. Anak kecil perempuan melihat Imam al-Jazuliy tampak
kebingungan mencarikan alat untuk mengeluarkan air dari dalam sumur. Setelah
agak lama mencari namun tak juga menemukan, si anak lalu mendekat ke bibir
sumur dan meludah ke dalamnya. Ajaib, air sumur tiba-tiba meluap sampai ke atas
permukaan tanah!
Setelah
minum dan merampungkan wudhunya, Imam al-Jazuliy lantas berkata, “Wahai anak
kecil, sungguh aku kagum kepadamu! Dengan amal apakah engkau dapat meraih
kedudukan setinggi ini?” Anak perempuan kecil itu menjawab, “Dengan
memperbanyak membaca shalawat kepada orang yang apabila ia (Nabi Muhammad)
berjalan di padang belantara, binatang-binatang buas akan mengibas-ngibaskan
ekornya (menjadi jinak).”
Setelah
mendengar penuturan anak kecil itu, Imam Al Jazuliy lantas bernadzar untuk
menyusun sebuah kitab yang membahas tentang shalawat untuk Nabi Muhammad.
Kelak, setelah kitab tersebut selesai ditulisnya, kitab itu dinamainya Dalailul
Khairat. Sebuah kitab yang masih terus dibaca hingga kini karena keberkahannya
yang luar biasa.
Ibadah Haji
dan Mukim di Madinah
Setelah menyelesaikan masa belajarnya,
beliau menempuh perjalanan 6000 km lebih untuk melakukan perjalanan ke haji dan
umrah. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan para ulama besar dan juga berziarah
a
Singah di Madinah, beliau bermukim selama
tiga tahun. Ia beriktikaf di Masjid Nabawi membaca Dalail al-Khairat. Suatu
ketika, di sela-sela iktikaf, beliau dipanggil oleh Rasulullah dengan panggilan
"Zaina ash-Shalihin". Peristiwa ini dimulai ketika beliau
memberi salam kepada Rasulullah di makam beliau, "Assalamu 'alaika ya Zainal Mursalin" (Semoga
keselamatan bagimu Wahai Penghias para utusan). Seketika dari makam terdengan
suara Rasulullah saw, "Wa 'alaika assalam ya zaina ash-shalihin"
(Keselamatan juga untukmu wahai penghias para orang saleh). Suara tersebut
terdengar oleh para peziarah.
Pulang ke Tanah Air
Sebelum
Dalail al-Khairat tersebar, Imam al-Jazuliy pulang kembali ke tanah
kelahirannya. Beliau kembali ke kampung halaman. Beliau bertemu dengan kepada Syaikh
Abu Abdilah Muhammad Ibn Abdullah Amghar al-Shaghir di madrasah Tith (Propinsi
Dukkalah 'Ubdah, pantai barat Maroko sekarang). Beliau membaca Dalail
al-Khairat kepadanya. Kedua orang ini akhirnya menjadi partner dalam
menyebarkan dakwah.
Beliau
mendidik para penempuh jalan tariqah. Ia menyebarkan thariqah Syadziliyyah. Di
tangannya, banyak sekali orang yang
bertaubat. Tak heran, kemasyhurannya cepat sekali menyebar, karamahnya pun
mulai terlihat. Banyak hal yang tidak masuk akal muncul darinya.
Kemudian
Imam al-Jazuliy melaksanakan khalwat di Benteng Ashfi untuk beribadah selama 14
tahun. Di Maroko, banyak sekali benteng berdiri kokoh sampai sekarang. Tak
heran negeri ini sekarang terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Benteng.
Sekembalinya dari khalwat, semakin
bertambah kemuliaannya, semakin tinggi kesempurnaannya. Banyak sekali karamah
yang muncul. Iapun semakin masyhur di Maroko dan Dunia Islam yang lain.
Beliau sangat kuat dalam berpegangan
kepada Kitab dan Sunnah Rasul. Selalu berpegangan pada hukum-hukum Allah swt,
memperbanyak dzikir dan wirid.
Ia juga mendidik para murid,
mengarahkannya ke jalan petunjuk, selalu menekan mereka berpegang pada tali
Allah yang kuat. Dengan pengaruhnya, banyak sekali lisan yang berdzikiir kepada
Allah dan bersalawat kepada Rasulullah. Di berbagai tempat pengikutnya banyak
sekali. Pembaca Dalail al-Khairat samapi sekarang masih tersebar luas.
Dalam berdakwah Imam al-Jazuly mempunyai
metode suri teladan (dakwah bil-hal). Para murid-muridnya yang besar beliau
kirim ke berbagai penjuru negeri, di desa, perkotaan maupun di padang pasir.
Para murid inilah ang meneruskan dakwah beliau memberi petunjuk kepada
masyarakat dan menempuh jalan kepada Allah swt. Keseluruhan murid beliau tidak
kurang dari tiga belas ribu.
Wafat dan
Peziarah Beliau
Allah menutup kehidupannya yang penuh
dengan barakah dengan kematian syahid. Saat sujud pada salat Subuh pada 16
Rabiul Awwal 870 H beliau wafat karena diracun.
Beliau
dimakamkan setelah waktu shalat Dzuhur pada hari itu juga di tengah masjid yang
beliau bangun di Sus. Beliau tidak memiliki putra lelaki sehingga kekhalifahan
beliau dilanjutkan oleh para murid-murid beliau diantaranya adalah: Syaikh
Muhammad al-Shaghir al-Sahaliy dan Syaikh Muhammad Abdul Karim al-Mundziriy.
Sebagian
karamah Imam al-Jazuliy adalah setelah 77 tahun dari wafat beliau, makam beliau
dipindahkan dari kota Sus ke kota Marakesh, karena terjadi peperangan dengan
Kristen-Spanyol. Ketika jenazah beliau dikeluarkan dari kubur, keadaannya masih
utuh seperti ketika beliau dimakamkan. Rambut dan jenggot beliau masih nampak
bersih dan jelas seperti pada hari beliau dimakamkan. Sebagai bentuk tabarruk,
jenazah beliau diletakkan di antara barisan Muslim dan dan Kristen saat perang
terjadi. Dengan barakah beliau, kaum muslimin memenangkan perang.
Hingga
saat ini, makam beliau di Marakesh sering diziarahi oleh banyak orang. Sebagian
besar dan peziarah itu membaca kitab Dalail al-Khairat di sana, sehingga
dijumpai di makam itu bau semerbak minyak misik yang amat harum karena begitu
banyak dibacakan shalawat salam kepada Nabi Muhammad, para sahabat dan keluarga
beliau. Kisah wangi semerbak itu adalah sebagian dari sejarah yang lain tentang
beliau bahwa para orang sholeh dari berbagai penjuru dari masa ke masa
senantiasa membaca dan mengamalkan kitab beliau yaitu Dalail al-Khairat.
Beliau
layak sekali mendapat predikat sebagai orang yang paling utama bersama
Rasulullah kelak karena banyaknya pengikut beliau untuk membaca shalawat,
sebagai mana Rasulullah bersabda:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاةً .
“Manusia
yang paling utama bersamaku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak
membaca Shalawat untukku." []
Khoerul
Bani
Sumber:
Mathali'
al-Masarrat, Muhammad bin Ahmad bin Ali al-Fasi; dan
Wikipedia Bahasa Arab, diakses 15 November 2015 (محمد بن سليمان الجزولي)
Komentar
Posting Komentar